Senin, 02 Mei 2011

Bela Diri Khas Betawi

BEKSI : MAEN PUKULAN BETAWI
(Disarikan  dari buku karangan Yahya Saputra dan Irwan Sjafi’ie “Beksi, Maen Pukulan Khas Betawi’, diterbitkan oleh penerbit Gunung Jati,Jakarta 2002)


1.  Asal Usul Beksi 

Seni budaya beladiri yang oleh orang betawi disebut maen pukulan Beksi lahir dari kemampuan orang terpilih yang tiada hentinya melatih kepekaan inderawi, mengolah kelebihan atau kelenturan anatomi tubuh dan belajar sebanyak mungkin dari pertanda alam seperti riak sungai, hembusan angin, gerak dan laku macan, monyet, kelabang, belalang,dst (hal 19).

 Menurut buku ini, asal usul beksi ada beberapa versi.

a.   Versi pertama.  Versi ini dikisahkan oleh seorang sesepuh Beksi: H Atang Lenong (usia 84 tahun –ketika wawancara tahun 2001).  Beksi mulai muncul ke permukaan dalam kurun pertengahan abad 19 sekitar tahun 1850-1860-an. Pada masa ini ada seorang tuan tanah di daerah tangerang bernama Gow Hok Boen yang tinggal di kampung kosambi.  Tuan tanah ini kebetulan gemar akan beladiri dan menguasai ilmu kuntao atau kungfu.  Orang lokal tangerang mengenal Gow Hok Boen sebagai Tuan tanah kedaung.  

Sebagai tuan tanah, Tuan Gow punya sekian banyak centeng untuk membantunya. Kepala centengnya bernama Ki Kenong yang memiliki ilmu beladiri yang tinggi dan dicampur dengan ilmu sihir yang dahsyat.  Tertarik dengan beladiri, Tuan tanah ini mengadakan sayembara untuk mencari jagoan yang lebih hebat dari kepala centengnya dan mendapat kedudukan menggantikan jabatan sebagai kepala centeng. Maka setiap malam minggu diadakan pibu alias duel dengan banyak jagoan yang mau mengadu ilmu dan keberuntungan dengan melawan Ki Kenong.  

Namun dari sekian banyak penantangnya belum ada satupun yang berhasil mengalahkan Ki Kenong.  Tersebutlah ada seorang tukang singkong rebus (disebut ancemon atau singkong urap) bernama Pak Jidan yang setiap malam menjual singkong di tengah keramaian pertunjukan  duel ini.  Pak Jidan mengambil singkong dari hutan dekat tempat tinggalnya dan singkong tersebut tidak habis-habis dan seperti ada yang memelihara, namun karena di hutan Pak Jidan tidak ambil pusing.  Suatu sore, ketika pak Jidan beristirahat di rumahnya dia didatangi oleh seorang pemuda yang protes karena singkong yang dia tanam dan pelihara di hutan diambil oleh pak jidan.  Karena tidak tahu pak Jidan pun minta maaf.  Melihat keluguan dan kekjujuran pak Jidan serta hidupnya yang miskin, orang misterius itu menawarkan untuk membantu pak Jidan dengan memberi pelajaran maen pukulan; tanpa memandang waktu itu pak jidan sudah berumur sekitar 60-an.  

Singkat kata, Pak jidan menerima pelajaran maen pukulan sebanyak 8 jurus dan tiga atau empat lagi belum diajarkan, yang akan diajarkan oleh orang lain. Sebelum pergi orang misterius itu minta kemenyan dan berpesan bahwa dia bisa dipanggil-- jika pak jidan memerlukan --dengan membakar kemenyan dan membaca mantra.  Ketika orang itu pergi, Pak Jidan melihat ekor macan tersembul dari balik jubahnya dan juga tengkuknya terlihat loreng-loreng seperti layaknya kulit harimau.  Pak jidan pun terkejut dan maklum bahwa dia dikunjungi dan diajari maen pukulan oleh Ki Belang atau Siluman Macan Putih.  

Malam selanjutnya, pak Jidan berjualan seperti biasa di tengah pentas duel.  Disebabkan karena jengkel dengan jagoan-jagoan yang tidak bayar sewaktu makan singkong dagangannya, Pak Jidan menendang keranjang dagangannya dan melayang masuk ke tengah gelanggang.  Tuan tanah Gow pun marah dan menyuruh orang menyeret Pak Jidan  tengah arena dan memaksanya bertarung dengan Ki Kenong.  

Di luar dugaan, Pak Jidan mampu mengalahkan di Kenong dengan ilmu yang diajarkan oleh Ki Belang itu.  Menurut legenda, dengan jurus baroneng-lah  Pak Jidan melumpuhkan ilmu Ki Kenong yang terkenal dengan   ‘pukulan tangan berapi’.   Ketika ditanya oleh Tuan Gow tentang ilmu yang dipakai oleh Pak Jidan, dia tidak tahu apa namanya. Lalu tuan Gow Hok Boen menyebutnya Beksi artinya pertahanan empat mata angin.  Sejak itu terkenallah Pak Jidan—yang diangkat sebagai kepala pengawal keamanan-- dengan ilmu beksinya.

b.   Versi kedua diceritakan oleh H Mahtun (lahir di petukangan 1945). Alkisah di kampung bagian timur tangerang hiduplah seorang laki-laki yang mahir beladiri bernama Raja Bulu berusia sekitar 63 tahun yang hidup berdua dengan anaknya yang gagu (bisu), istrinya sudah meninggal dunia.  

Kehidupan Raja Bulu berkecukupan dengan pekerjaan mengajar silat dari kampong ke kampong. Si anak sendiri tidak mau belajar silat pada bapaknya.  Suatu ketika Raja bulu bertanya pada anaknya mengapa dia tidak mau belajar maen pukulan. Dan jawabannya sungguh mengejutkan:  karena di anak belum tentu kalah dalam sambut-pukul dengan Raja Bulu. 

Si ayah lalu mengetes dan terjadilah  pertarungan dan menjadi keteter atau kewalahan menghadapi ilmu anak bisu.  Akhirnya si anak mengaku bawah selama ini dia belajar maen pukulan di hutan dan dilatih oleh siluman mcan putih.  Karena belum ada nama, Raja bulu menyebut ilmu yang dikuasai oleh anaknya : Beksi:  sebab seperti segi empat dengan empat arah . Sejak itu Raja Bulu pun belajar pada anaknya dan ilmu ini pun diajarkan ke murid-muridnya.Demikian beksi pun berkembang. 

Dalam perkembangan selanjutnya para pendekar Beksi memberi banyak makna pada ilmu maen-pukulan ini. Ada yang mengartikan BEKSI= Berbaktilah Engkau pada Sesama Insan ....

Asal usul di atas merupakan folklore, cerita rakyat berisi legenda yang didalamnya terdapat unsur-unsur kenyataan dan juga mitos atau legenda.    


2. Tokoh-tokoh  Beksi

Hampir semua aliran beksi mengakui bahwa yang mengajarkan pertama-tama ilmu beksi adalah Ki Kidan ( Ki Iban) dan atau Raja Bulu.

Lebih lanjut inilah para tokohnya berdasarkan generasi:

Generasi I   : Raja Bulu dan Ki Jidan (Ki Iban)

Generasi II   : Ki Lie Cengk Ok, Ki Tempang, Ki Muna, Ki Dalang Ji’ah

Generasi III   : Kong Marhali, Nyi Mas Melati, Kong Godjalih

Generasi IV   : Kong H Hasbullah, Kong HM Nur, Kong Simin, Minggu, Salam Kalut, H Mansyur, Muhammad Bopeng

Generasi V   : Tonganih, Dimroh, HM Yusuf, HM Nuh, Sidik, H Namat, H Syahro, Mandor Simin, Umar

Generasi VI   :H Machtum, Tong tirih, H Dani, Udin Sakor, Soleh, Tholib/syaiful, dll

Generasi VII   : Abdul Aziz, Abdul Malik, HA Yani, Mftah, Nasrullah, dll


Ki Iban/Raja Bulu memiliki murid yaitu : Ki Lie Cengk Ok, Ki Tempang, Ki Muna, Ki Dalang Ji’ah.

Yang belajar pada atau menjadi murid dari Ki Ceng Ok yaitu : Kong Godjalih, Kong Marhali. Sedangkan Nyimas Melati berguru pada Ki Dalang Ji’ah.

Para murud dari Ki Ceng Ok terus menerus menyebarkan Beksi hingg ke Jakarta dan tempat lain.  Mereka dikenal denga sebutan 'Beksi empat serangkai' yakni : Kong Jali, Kong Has, Kong Nur dan Kong Simin.  



3. Jurus-jurus dan belajar Beksi

Jurus-jurus Beksi terkenal dengan keras, cepat, ringkas dan mengarah pada tempat-tempat yang mematikan pada tubuh. 

Sebelum mempelajari jurus, murid biasanya mengikuti syarat penerimaan siswa yang disebut rosulan atau ngerosul; berupa tawasul disertai zikir tahlil memanjatkan doa pada Allah SWT agar dalam mempelajari beksi diberi kerido’an, kekuatan, ketabahan dan kesabaran.

Dalam permain-an jurus, ada banyak melakukan gedi-(k/g) atau hentakan kaki ke lantai dan gerakan tangan yang sangat cepat. Oleh sebab itu dianjurkan untuk melotot dan tidak berkedip dalam melihat gerak lawan.

Cara belajar –mengajar beksi :
a.   Diperkenalkan jurus. Murid menirukan  disebut juga : asal tau jalan
b.   Tuntun. Latihan gerak bela yang dituntun oleh guru dengan teknik dan aplikasi jurus
c.   Sambut.  Murid tanding dengan sesama murid atau guru dengan menggunakan jurus.


Secara fundamental ada 12 jurus dalam beksi dibeberapa tempat disebut dengan nama yang berbeda.



4. Manfaat Beksi
Beksi sangat bermanfaat sebagai antara lain :
  1. Olahraga yang mana melalui gerakan jurus-jurusnya sangat baik untuk menjaga vitalitas dan kebugaran
  2. Budaya, dimana Beksi adalah silat asli Indonesia dan banyak digunakan dalam acara budaya baik lenong, blantek, palang pintu dan acara-acara peradatan lain.
  3. Jatidiri, adalah menjadi kekhususan dan kebanggaan dimana kemudian beksi menjadi salah satu ikon identitas asli anakbangsa
  4. Sosial, melalui latihan beksi yang kontinyu dan terarah maka beksi adalah ajang pemersatu sekaligus ajang silaturahmi. Adalah merupakan sebuah budaya baku bagi pesilat beksi bahwa penghormatan dan penghargaan dan kesetiakawanan merupakan doktrin yang masih dipegang teguh sampai saat ini.
  5. Moral, dalam perjalanan kemudian bahwa para murid dan pesilat beksi mendapatkan pelajaran moral/etika yang sangat penting dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
  6. Sebagai Ilmu Beladiri, pesilat beksi akan sangat terlatih kepekaan dan sensitivitas spontannya bila ada serangan atau bahaya yang mengancam dirinya. Ilmu beladiri secara umum akan berguna sebagai pertahanan diri, kepercayaan diri, kebanggaan diri, keberanian memutuskan dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar